TARAKAN Konflik antara masyarakat Tarakan dan PT Phoenix Resources International (PRI) terkait dugaan kerusakan lingkungan kembali mengemuka dalam dialog publik TERAS MARJINAL yang diselenggarakan oleh Pengurus Pusat BEM Se-Kalimantan, Kamis (13/11).
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tarakan diwakili oleh Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup DLH Kota Tarakan, Endy Kurniawan, S.IP., M.H., menghadiri acara yang bertajuk "Membedah Kebuntuan Kasus PT PRI: Perlindungan Hukum Lahan Warga dan Tanggung Jawab Korporasi" tersebut.
Dalam forum tersebut, DLH Tarakan menyampaikan hasil kajian tim teknis yang dibentuk oleh Wali Kota Tarakan dan hasil verifikasi lapangan dan pengawasan yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup/ Badan Pengendali Lingkungan Hidup. Kajian yang telah dilakukan merupakan respons pemerintah daerah terhadap dugaan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas operasional PT PRI.

Bantah Dugaan Pencemaran Limbah B3
Dalam dialog tersebut, Endy Kurniawan menyampaikan hasil verifikasi lapangan yang telah dilaksanakan bersama tim dari Direktorat Pengawasan dan Penerapan Sanksi Administratif serta Direktorat Pengelolaan Sampah dan Limbah B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK/BPLH).
Endy secara tegas membantah dugaan pencemaran lingkungan yang selama ini diyakini masyarakat berasal dari operasional fasilitas penimbunan limbah B3 (landfill LB3) milik PT PRI.
"Berdasarkan hasil verifikasi lapangan, kerusakan lahan perkebunan warga dan matinya sejumlah tanam tumbuh masyarakat di sekitar fasilitas landfill merupakan dampak hidrologi dari kegiatan pembangunan fasilitas tersebut," jelas Endy.

Kelalaian Konstruksi Penyebab Banjir Genangan
DLH Tarakan memaparkan, kerusakan ini diakibatkan oleh kelalaian pihak perusahaan pada tahap konstruksi kegiatan pekerjaan persiapan lahan dan pekerjaan/ pengurukan tanah pada lokasi tapak proyek. Kelalaian tersebut mengubah elevasi tanah dan menyebabkan material tanah urug terdorong masuk ke area lahan perkebunan warga dan saluran air yang mengakibatkan terjadinya pendangkalan saluran air eksisting akibat sedimentasi.
Kelalaian dan penanganan dampak yang tidak optimal oleh pihak perusahaan berakibat terganggunya fungsi drainase/ saluran air sehingga terjadi banjir dan tergenangnya lahan perkebunan masyarakat saat hujan dan air laut pasang, banjir dan genangan pada waktu yang lama menyebabkan pembusukan akar pada sejumlah pohon dan tanam tumbuh.
"Kami sampaikan bahwa pada saat kegiatan verifikasi lapangan bersama pihak kementerian ditemukan tanam tumbuh masyarakat yang mati dan mengering, namun belum ada limbah B3 yang ditimbun pada lokasi tersebut. Fasilitas landfil Limbah B3 masih pada tahap proses pembangunan," tegas Endy.

Status Fasilitas Penimbunan Limbah B3
Selain itu dari aspek perizinan/ persetujuan teknis dan kajian teknis yang dilakukan KLH/ BPLH terhadap fasilitas penimbunan Limbah B3 tersebut telah memenuhi ketentuan teknis sebagai fasilitas penimbunan Limbah B3. Dengan diterbitkannya sertifikat laik operasi (SLO) fasilitas penimbunan limbah B3 kategori Kelas 3.
Untuk mencegah terjadinya pencemaran pihak PT. PRI telah melakukan upaya pengelolaan dan pemantauan dampak dari fasilitas landfil Limbah B3 tersebut dengan melapisi dasar fasilitas tersebut dengan lapisan geotekstil agar tidak menyebabkan pencemaran tanah dan air tanah, tinggi dan lebar tanggul fasilitas landfill pun telah memenuhi ketentuan teknis untuk mengisolasi limbah B3 yang disimpan. Untuk pengelolaan air lindi sendiri pihak Perusahaan telah membuat bak pengumpul lindi yang selanjutnya akan di alirkan ke fasilitas IPAL untuk di olah terlebih dahulu sebelum dilepaskan ke media lingkungan. Untuk pemantauan sendiri pihak Perusahaan juga telah membuat 11 sumur pantau baik itu pada sisi upstream dan sisi downstream untuk memantau kualitas air tanah apakah terkontaminasi oleh limbah yang berada di fasilitas penimbunan tersebut dan sejauh ini berdasarkan hasil uji laboratorium lingkungan yang telah dilakukan seluruh parameter pada sumur pantau masih memenuhi baku mutu lingkungan.
"Hasil kajian ini adalah bukti nyata komitmen Pemerintah Kota Tarakan dalam melindungi hak-hak warga sekaligus memastikan kepatuhan korporasi terhadap standar lingkungan hidup," ujar Endy dalam sesi dialog tersebut.

Tuntutan Warga Belum Tercapai Kesepakatan
Meskipun Pemerintah Kota Tarakan telah mengantongi hasil kajian, tuntutan masyarakat terdampak yang meliputi ganti rugi tanam tumbuh, pemulihan lahan produktif, perbaikan drainase, dan penonaktifan fasilitas penimbunan limbah B3 belum mencapai kesepakatan dengan pihak perusahaan.

Pemkot Ambil Langkah Lanjutan
Menyikapi kebuntuan tersebut dan berdasarkan temuan tim teknis, Pemkot Tarakan telah mengambil langkah lanjutan yang konkret: Pemerintah Kota telah menghimbau PT. PRI untuk segera melakukan normalisasi saluran drainase yang mengalami pendangkalan dan menunjuk tim teknis dari OPD teknis untuk mendampingi proses rehabilitasi dan normasilasi saluran drainase. Selain itu Perusahaan juga diminta menggunakan metode pompanisasi di area yang mengalami perbedaan elevasi agar lahan masyarakat tidak lagi tergenang.
Apa yang disampaikan oleh pemerintah juga ditegaskan dalam penerapan sanksi administratif terhadap PT. PRI tanggal 30 September 2025 yang diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup.
Terkait tuntutan masyarakat prihal pergantian tanam tumbuh, Wali Kota Tarakan telah bermohonan dan bersurat kepada Kementerian Pertanian untuk menurunkan tim ahli apresial guna menghitung nilai tanam tumbuh masyarakat yang terdampak dan melakukan kajian terhdap lahan perkebunan masyarakat yang terdampak agar dapat produktif kembali.
"Pemerintah Kota Tarakan tidak memiliki ahli ataupun pakar yang dapat melakukan penilaian dan kajian, agar hasilnya lebih obyektif dan profesional serta dapat dipertanggung jawabkan maka meminta bantuan ahli dari kementerian. Hasil analisis dan perhitungan dari Kementerian Pertanian nantinya akan dijadikan dasar bagi pihak perusahaan untuk melakukan pergantian tanam tumbuh masyarakat yang terdampak," pungkas Endy.