Kultum Ramadhan : Menjaga Lisan dan Hati, Menebar Kedamaian di Bulan Suci
Ramadhan merupakan bulan yang penuh berkah dan rahmat. Keberkahan tersebut bisa jadi karena di dalamnya ada ibadah puasa yang diwajibkan kepada umat Islam. Untuk mendapatkan rahmat dan keberkahan tersebut, tentu harus melaksanakan ibadah puasa sekaligus memperhatikan adab-adabnya.
Menurut Syekh Izzuddin bin Abdissalam dalam kitabnya Maqashidush Shaum, ada enam adab bagi orang yang berpuasa, yakni (1) menjaga lidah dan anggota tubuh dari perbuatan yang dzalim dan melanggar syariat; (2) apabila diundang untuk makan, sementara ia sedang berpuasa maka hendaklah ia berkata, âAku sedang berpuasa.â; (3) membaca doa saat berbuka puasa; (4) sebaikya, makanan untuk berbuka adalah kurma basah atau kurma kering, atau air; (5) menyegerakan berbuka; dan terakhir (6) mengakhirkan sahur. (Syekh Izzuddin bin Abdissalam, Maqashidush Shaum, [Damaskus: Darul Fikr, 1992], hal. 19)
Menjaga Lisan dan Hati
Bagi orang yang berpuasa, penting sejali dalam menjaga lisan dan hati agar bisa menebar kedamaian di bulan suci Ramadhan. Berkenaan dengan hal tersebut, Rasulullah Saw bersabda:
Artinya: âBarangsiapa yang tidak meninggalkan kata-kata dusta dan melakukannya, maka Allah tidak butuh jika ia meninggalkan makan dan minumnya.â (HR. Al-Bukhari)
Syekh Shalih bin Abdullah bin Ahmad al-âUshaimi dalam kitabnya, Syarah Maqashidush Shaum, menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan âqaulaz zûr wal âamala bihâ dalam hadits tersebut adalah dilarang untuk mengucapkan dan melakukan sesuatu yang bathil.
Lebih jauh, maksud utama dari puasa adalah âpuasaâ dari melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah swt, yaitu dengan cara menjaga lisan dari berkata buruk, ghibah, mencemooh, dan sebagainya. Oleh karena itu, jika seseorang yang berpuasa tetap tidak bisa menjaga lisannya, maka pahala puasanya tentu menjadi kurang sempurna. (Syekh Shalih bin Abdullah bin Ahmad al-âUshaimi, Syarah Maqashidush Shaum, hal. 55)
Menjaga lisan dari perbuatan ghibah, namimah, dan sebagainya, merupakan suatu keniscayaan bagi umat Islam yang menginginkan pahala puasanya sempurna. Rasulullah saw sendiri telah mewanti-wanti bahwa ghibah, namimah, berbohong, bisa menggugurkan pahala puasa. Beliau bersabda,
Artinya: âLima hal yang bisa menggugurkan pahala orang berpuasa; membicarakan orang lain, mengadu domba, berbohong, melihat dengan syahwat, dan sumpah palsu.â (HR Ad-Dailami)
Selain itu, ghibah sendiri merupakan perbuatan tercela yang dalam Al-Qurâan disebut bahwa pelaku gibah diumpamakan seperti orang yang memakan daging orang yang digibahinya. Allah swt berfirman,
Artinya: âJanganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.â (QS Al-Hujurat: 12).
Dalam kitab Tafsirul Munir, Syekh Wahbah Zuhaili memberikan penafsiran sebagai berikut:
Artinya: âMaksudnya, janganlah sebagian dari kamu menyebut-nyebut sesuatu yang dibenci (ghibah) sebagian yang lain, baik penyebutan tersebut secara terang-terangan ataupun hanya sebatas isyarat saja, sebab hal tersebut dapat menjadikan orang yang disebut keburukannya tadi (orang yang dighibahi) merasa tersakiti hatinya.
Adapun yang dimaksud dengan ghibah itu sendiri adalah menyebut-nyebut setiap sesuatu yang dibenci seseorang, baik dalam hal yang masih ada kaitannya dengan agama, dunia, pribadi, akhlak, harta, anak, istri, pelayan, pakaian, dan sebagainya.â (Syekh Wahbah Zuhaili, Tafsirul Munir, [Damaskus: Darul Fikr, 1991 M], juz. 13, hal. 256-257)
Mengingat pentingnya menjaga hati dan lisan, terlebih di bulan suci Ramadhan, mari jadikan momentum bulan Ramadhan yang penuh rahmat ini dengan menebar kedamaian. Wallahu aâlam.
M. Ryan Romadhon, Alumnus Maâhad Aly Al-Iman Bulus Purworejo.
Editor: Muhammad Aiz Luthfi
Kolomnis: M Ryan Romadhon
#KultumRamadhan #ramadhaninfo
Sumber: NU Online