Jl. Kalimantan No 1 Kampung I / Skip 085179990551 mailbox@tarakankota.go.id

Mati di Bulan Ramadhan Apakah Jaminan Masuk Surga?

0 comments 2024-03-22 10:25:43  

Mati di Bulan Ramadhan Apakah Jaminan Masuk Surga?

Sebagai hamba yang meyakini adanya kematian, kita selalu berharap agar mati dalam husnul khatimah. Khususnya Ramadhan, jika dikatakan bulan ini pintu surga terbuka dan pintu neraka tertutup, apakah menjadi sebab siapapun yang mati di bulan Ramadhan akan dijamin masuk surga?

Hadits Keutamaan Ramadhan

Mengawali jawaban pertanyaan tersebut, kita perlu mereview hadis yang menceritakan keutamaan Ramadhan. Tepatnya, riwayat Abu Hurairah yang sudah masyhur di telinga umat Islam menyebutkan bulan Ramadhan sebagai bulan di mana pintu surga dibuka selebar-lebarnya. Sebaliknya, pintu neraka ditutup dan para seetan dibelenggu.

Artinya, “Apabila telah datang bulan Ramadan, dibukalah pintu-pintu surga, dikunci pintu-pintu neraka, dan para syetan dibelenggu.” (HR Muslim). (Muslim bin Hajjaj, Shahih Muslim, juz II, halaman 1079).

Ulama berbeda pendapat mengenai maksud dibukanya pintu-pintu surga. Di antara mereka ada yang memaknainya secara literal. Artinya, memang pintu surga pada saat itu dibuka. Sementara sebagian lain, mengatakan bahwa lafal tersebut bentuk kinayah dari banyaknya ketaatan dan amal saleh di bulan Ramadhan. Penjelasan ini bisa kita lihat dalam keterangan yang dituliskan Imam Badruddin Al-‘Aini dalam kitab 'Umdatul Qari ketika menjelasan hadis tersebut:

​​​Artinya, “Bahwa yang dimaksud terbukanya pintu-pintu surga ialah memang terbuka pintunya (makna hakikat). Sebagian ulama lain berpendapat bahwa yang dimaksud adalah banyaknya ketaatan di bulan Ramadan, karena hal tersebut yang akan mengantarkan ke surga. Dikinayahkan dibukanya pintu surga melalui hal tersebut (banyaknya ketaatan).” (Badruddin Al-‘Aini, ‘Umdatul Qari’ Syarhu Shahihil Bukhari, [Beirut: Dar Ihya], juz X, halaman 266).

Pendapat kedua tidak mengartikan dengan makna sebenarnya, tetapi dalam arti kelaziman maknanya. Yakni banyaknya ketaatan dan amal di bulan Ramadan. Karena ketaatan dan amal saleh dapat menjadi wasilah yang mengantarkan pelakunya membuka pintu surga. Apalagi di bulan suci Ramadhan, jalan menuju surga menjadi mudah dan amal saleh pun sangat cepat dikabulkan. (Al-‘Aini, X/266).

Bukannya kita masuk surga dengan rahmat Allah? Memang benar, tiap dari kita masuk surga sebab rahmat Allah. Tapi, bukan berarti menegasikan fungsi amal saleh yang dilakukan. Karena seorang hamba berhak mendapatkan rahmat lewat amal yang diperbuat. Ibarat pekerja, wajar ia mendapatkan upah dari tuannya karena hasil kerja kerasnya.

Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bari menjelaskan:

Artinya, “Sesungguhnya amal itu menjadi tanda akan adanya rahmat Allah yang memasukkan pelakunya ke dalam surga. Maka beramallah dan benarkanlah niat dari amal kalian yaitu mengikuti sunah dengan Ikhlas dan selainnya agar Allah menerima amal kalian menurunkan rahmat-Nya.” (Ibnu Hajar Al-‘Asqalani, Fathul Bari’ bi Syarhi Shahihil Bukhari, juz XI, halaman 297).

Allah swt juga berulang kali memberi 'bocoran' di dalam Al-Qur’an bahwa surga akan ditempati oleh orang-orang yang beriman dan mau beramal kebajikan. Artinya, iman dan amal bukanlah hal yang sia-sia dan tidak bermanfaat. 

Mati di Bulan Ramadhan Apakah Jaminan Masuk Surga?

Mengenai waktu istimewa ketika seseorang wafat seperti bulan Ramadan, kita tidak bisa menghakimi secara pasti bahwa hal tersebut menjadi pertanda bahwa orang pasti dijamin masuk surga. 

Hal ini sebagaimana dalam fatwa Syekh Nur Ali Salman yang dikeluarkan oleh Dairatul Ifta Yordania di website resminya, aliftaa.jo menyatakan, bukanlah menjadi indikator orang yang mati di bulan Ramadan menjadi sebab ia masuk surga. 

Artinya, "Masuk surga itu karena anugerah Allah, dan sebabnya karena amal saleh. Bulan Ramadan menjadi waktu untuk beramal saleh. Tapi bukanlah maknanya siapa saja yang wafat di bulan Ramadan akan masuk surga. Masuk surga itu karena sebab amal seperti yang telah kusebutkan” (Dairatul Ifta, Fatwa Nomor 2322).

Jelas di sini, manusia tidak berhak menghakimi berdasarkan tempat atau waktu kematiannya. Tugasnya hanyalah memperbanyak amal saleh lalu berserah diri kepada Allah. Tetap memohon untuk mati dalam kondisi husnul khatimah. 

Fatwa ini juga meluruskan kesalahpahaman dalam memaknai hadis Abu Hurairah di atas.

Jika Allah menakdirkan seorang mukmin wafat di bulan Ramadan atau bulan lain yang punya keutamaan ataupun di tempat-tempat yang istimewa seperti Makkah, Madinah, dan Baitul Maqdis, maka diharapkan menjadi sebab bertambahnya rahmat dan ampunan Allah kepadanya. Dua hal ini menjadi bonus yang membedakannya dari waktu dan tempat yang lain.

Inti fatwa, meninggal di bulan Ramadan bukan menjadi sebab kita masuk surga, melainkan amal saleh yang menjadi tanda ia dapat tiket masuk surga. Justru ketika kita mengaitkannya dengan tempat atau waktu seolah-olah kita membatasi rahmat Allah. Padahal, rahmat-Nya luas tanpa sekat.

Poin pentingnya adalah amal saleh. Ketika kita wafat sedang kita beramal saleh maka kelak kita dibangkitkan juga dalam kondisi beramal. Seperti keterangan dalam hadis riwayat Jabir bin Abdullah berikut.

Artinya, “Tiap manusia akan dibangkitkan sesuai dengan kondisinya saat meninggal”. (Muslim bin Al-Hajjaj, Shahih Muslim, [At-Turkiyah], juz VIII, halaman 165)

Artinya, tatkala seseorang dicabut nyawanya sementara dia sedang beramal saleh, maka juga akan dibangkitkan dalam keadaan serupa. Hadis ini menjadi acuan kita untuk terus beramal saleh tiap waktu agar ketika hari kebangkitan (yaumul ba’ats) dalam kondisi taat dan beramal. 

Mufti Mesir sekarang, Syekh Syauqi ‘Allam menjelaskan:

Artinya, “Kita berharap itu menjadi tempat diterimanya orang tersebut dan pengharapan dengan perantara waktu (Ramadan) ini atau tempat mulia ini. Tidak diragukan lagi orang puasa dan orang haji pasti dalam kondisi taat dan orang yang meninggal dalam ketaatan akan dibangkitkan sesuai dengan cara saat ia mati.” (Darul Ifta' Mesir).

Catatan yang penulis ambil dari keterangan di atas ialah orang berpuasa pasti dalam posisi taat. Itulah yang menjadi indikator posisinya akan masuk surga. Lagi-lagi karena amal.

Logiskah kiranya, ketika ada orang yang meninggal di bulan Ramadan tapi ia tidak berpuasa tanpa uzur lalu kita katakan dia dijamin masuk surga? Sebaliknya, ada orang alim dan saleh wafatnya di luar bulan-bulan ataupun tempat-tempat yang mulia lalu kita katakan ia tidak dijamin masuk surga.

Penjelasan ini bukan menghilangkan kuasa Allah yang memasukkan hamba-Nya ke dalam surga. Tetap kita berkeyakinan Allah-lah yang punya hak menentukan nasib hamba-Nya di akhirat kelak. Tapi untuk mendapatkan nasib yang baik itu salah satunya dengan melakukan amal saleh yang dapat mendatangkan rahmat dan kecintaan Allah kepada kita.

Tugas kita adalah berusaha untuk memaksimalkan amal saleh dan ketaatan di mana pun dan kapan pun. Berharap Allah akan mencabut nyawa kita dalam kondisi melakukan amal saleh.

Karena itulah yang dimaksud dari penjelasan hadis yang dikemukakan di awal. Amal saleh akan menjadi bekal kita meraih rahmat dan kasih sayang Allah dan kemudian mengantarkan kita menuju surga-Nya di akhirat kelak. Amin. Wallahu a’lam.

Ustadz Muhammad Izharuddin, Mahasantri STKQ Al-Hikam Depok

Editor: Ahmad Muntaha AM 

Kolomnis: Muhammad Izharuddin

#Mati #Kematian #Ramadhan #ramadhaninfo

Sumber : NU Online

0 comments

©

Tarakan    Designed by HTML Codex


Distributed By: ThemeWagon