Kisah Dua Perempuan Bergosip Ria saat Puasa Ramadhan
Imam Ahmad, Ibnu Abid Dunya dan Abu Ya'la dari Ubaid (budak Rasulullah) meriwayatkan kisah dua perempuan bergosip ria saat puasa Ramadhan. Berikut kisah selengkapnya:
Artinya, "Ada dua perempuan puasa dan seseorang berkata: "Wahai Rasulullah! Sesungguhnya disini ada dua perempuan yang puasa, keduanya hampir mati karena kehausan."
Rasulullah berpaling darinya atau diam. Perawi hadits (Ubaid) menduga seorang tersebut berkata kepada Rasulullah pada waktu Dzuhur- Orang itu mengulang dan berkata kepada beliau: "Wahai nabi Allah! Sungguh, keduanya demi Allah telah mati atau hampir mati."
Rasulullah bersabda: "Panggil keduanya."
Kedua perempuan itu datang. Kemudian gelas besar didatangkan lalu beliau bersabda kepada salah satunya: "Muntahlah !"
Perempuan itu memuntahkan nanah atau darah, nanah bercampur darah dan daging hingga memenuhi separuh wadah besar.
Setelah itu Rasulullah bersabda kepada perempuan satunya: "Muntahlah!"
Perempuan itu memuntahkan nanah, darah, campuran nanah dan darah, daging segar dan lainnya hingga memenuhi wadah besar.
Selanjutnya Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya kedua perempuan ini menahan diri dari yang dihalalkan Allah namun berbuka dengan yang diharamkan Allah pada keduanya, salah satu dari keduanya berteman dengan yang lain, keduanya kemudian memakan daging manusia (yakni mengosipkan manusia)." (Abdullah bin Muhammad bin As-Shiddiq Al-Ghumari, Ghayatul Ihsan fi Fadhli Zakatil Fitri wa Fadhli Ramadhan, [Bairut, Alimul Kutub cetakan kedua: 1985], halaman 37).
Berdasarkan hadits di atas dapat dipahami, puasa Ramadahan tidaklah cukup hanya sekedar meninggalkan makan dan minum saja melainkan pula menjaga lisan dari segala yang diharamkan seperti berbohong, mengumpat, caci maki dan mengosip.
Sebenarnya menjaga lisan dari segala yang diharamkan itu adalah sebuah kewajiban, tidak hanya saat puasa saja. Hanya saja saat puasa lebih ditekankan, bahkan seorang yang menjaga lisanya di saat puasa Ramadhan akan mendapatkan dua pahala; pahala wajib menjaga lisan dari perkara yang diharamkan, dan pahala sunah dari segi puasanya, sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Bakri Syatha dalam I'anatut Thalibin:
Artinya, "Ungkapan Mushanif: "Dan sesuatu yang ditekankan bagi orang yang berpuasa," yakni dari segi puasa. Hal itu tidak menafikan kewajiban untuk menjaga lisan dari sisi yang lain. Maka jika seseorang menjaga lisannya dari sesuatu yang haram, ia mendapat dua pahala.
Pertama, pahala wajib dari sisi kewajiban menjaga lisan dari hal yang diharamkan; dan kedua pahala sunah dari segi puasanya." (Zainuddin Ahmad bin Abdul Aziz Al-Malibari dan Abu Bakar bin Ustman bin Muhammad Syatha Ad-Dimyati, Fathul Mu'in dan Hasyiyah I'anatut Thalibin, [Beirut, Darul Fikr], juz II, halaman 282).
Kemudian, apakah bergosip dapat membatalkan puasa Ramadhan?. Terkait hal ini ulama berbeda pendapat. Menurut Imam Auza'i berdasarkan hadits di atas bahwa ghibah atau bergosip membatalkan puasa dan yang melakukannya harus mengqadhanya. Seperti itu juga menurut Ibrahim An-Nakha'i dan Ibnu Hazm.
Sedangkan menurut Jumhur Ulama maksiat termasuk bergosip dan yang lainnya hanya membatalkan pahalanya puasa dan menghilangkan faedah-faedah puasa Ramadhan seperti di terimanya doa dan pengampunan dosa. Karena itu, sebenarnya hal ini sudah cukup menghinakan dan mencegah dari berbuat maksiat lebih-lebih di bulan suci Ramadhan. Maimun bin Mahran berkata: أ
Artinya, "Derajat puasa yang paling rendah adalah meninggalkan makan dan minum". (Al-Ghumari, 38-39). Wallahu a'lam bisshawab.
Ustadz Muhamad Hanif Rahman, khadim Ma'had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo
Editor: Ahmad Muntaha AM
Kolomnis: Muhammad Hanif Rahman
#KisahHikmah #Puasa #Ramadhan #ramadhaninfo
Sumber : NU Online